Nih Foto-Foto Saya Bersama Orang-Orang Tersayang

Thanks Buat Semuanya yang udah pernah buat aku tersenyum dan merasa "ada" di dunia ini. Suhadi habibi Loving You All As Always

Nih Foto-Foto Saya Bersama Orang-Orang Tersayang

Thanks Buat Semuanya yang udah pernah buat aku tersenyum dan merasa "ada" di dunia ini. Suhadi habibi Loving You All As Always

Nih Foto-Foto Saya Bersama Orang-Orang Tersayang

Thanks Buat Semuanya yang udah pernah buat aku tersenyum dan merasa "ada" di dunia ini. Suhadi habibi Loving You All As Always

Nih Foto-Foto Saya Bersama Orang-Orang Tersayang

Thanks Buat Semuanya yang udah pernah buat aku tersenyum dan merasa "ada" di dunia ini. Suhadi habibi Loving You All As Always

Nih Foto-Foto Saya Bersama Orang-Orang Tersayang

Thanks Buat Semuanya yang udah pernah buat aku tersenyum dan merasa "ada" di dunia ini. Suhadi habibi Loving You All As Always

Saturday, November 19, 2011

Kisah Cinta Seorang Anak

(ditulis oleh Cristine Wili)

Dua puluh tahun yang lalu saya melahirkan seorang anak laki-laki,
wajahnya lumayan tampan namun terlihat agak bodoh. Sam, suamiku,
memberinya nama Eric. Semakin lama semakin nampak jelas bahwa anak ini
memang agak terbelakang. Saya berniat memberikannya kepada orang lain
saja.
Namun Sam mencegah niat buruk itu. Akhirnya terpaksa saya
membesarkannya juga. Di tahun kedua setelah Eric dilahirkan saya pun
melahirkan kembali seorang anak perempuan yang cantik mungil. Saya
menamainya Angelica. Saya sangat menyayangi Angelica, demikian juga
Sam. Seringkali kami mengajaknya pergi ke taman hiburan dan
membelikannya pakaian anak-anak yang indah-indah.

Namun tidak demikian halnya dengan Eric. Ia hanya memiliki beberapa
stel pakaian butut. Sam berniat membelikannya, namun saya selalu
melarangnya dengan dalih penghematan uang keluarga. Sam selalu
menuruti perkataan saya. Saat usia Angelica 2 tahun, Sam meninggal
dunia. Eric sudah berumur 4 tahun kala itu. Keluarga kami menjadi
semakin miskin dengan hutang yang semakin menumpuk. Akhirnya saya
mengambil tindakan yang akan membuat saya menyesal seumur hidup. Saya
pergi meninggalkan kampung kelahiran saya beserta Angelica. Eric yang
sedang tertidur lelap saya tinggalkan begitu saja. Kemudian saya
tinggal di sebuah gubuk setelah rumah kami laku terjual untuk membayar
hutang. Setahun, 2 tahun, 5 tahun, 10 tahun.. telah berlalu sejak
kejadian itu.
Saya telah menikah kembali dengan Brad, seorang pria dewasa. Usia
Pernikahan kami telah menginjak tahun kelima. Berkat Brad, sifat-sifat
buruk saya yang semula pemarah, egois, dan tinggi hati, berubah
sedikit demi sedikit menjadi lebih sabar dan penyayang. Angelica telah
berumur 12 tahun dan kami menyekolahkan dia di asrama putri sekolah
perawatan. Tidak ada lagi yang ingat tentang Eric dan tidak ada lagi
yang mengingatnya.
Tiba-tiba terlintas kembali kisah ironis yang terjadi dulu seperti
sebuah film yang diputar dikepala saya. Baru sekarang saya menyadari
betapa jahatnya perbuatan saya dulu.tiba-tiba bayangan Eric melintas
kembali di pikiran saya. Ya Eric, Mommy akan menjemputmu Eric. Sore
itu saya memarkir mobil biru saya di samping sebuah gubuk, dan Brad
dengan pandangan heran menatap saya dari samping. “Mary, apa yang
sebenarnya terjadi?”
“Oh, Brad, kau pasti akan membenciku setelah saya menceritakan hal
yang telah saya lakukan dulu.” aku menceritakannya juga dengan
terisak-isak. Ternyata Tuhan sungguh baik kepada saya. Ia telah
memberikan suami yang begitu baik dan penuh pengertian. Setelah tangis
saya reda, saya keluar dari mobil diikuti oleh Brad dari belakang.
Mata saya menatap lekat pada gubuk yang terbentang dua meter dari
hadapan saya. Saya mulai teringat betapa gubuk itu pernah saya
tinggali beberapa bulan lamanya dan Eric.. Eric…
Namun saya tidak menemukan siapapun juga di dalamnya. Hanya ada
sepotong kain butut tergeletak di lantai tanah. Saya mengambil seraya
mengamatinya dengan seksama… Mata mulai berkaca-kaca, saya mengenali
potongan kain tersebut sebagai bekas baju butut yang dulu dikenakan
Eric sehari-harinya. Saya sempat kaget sebab suasana saat itu gelap
sekali. Kemudian terlihatlah wajah orang itu yang demikian kotor.
Ternyata ia seorang wanita tua. Kembali saya tersentak kaget manakala
ia tiba-tiba menegur saya dengan suaranya yang parau.
“Heii…! Siapa kamu?! Mau apa kau kemari?!”
Dengan memberanikan diri, saya pun bertanya, “Ibu, apa ibu kenal
dengan seorang anak bernama Eric yang dulu tinggal di sini?”
Ia menjawab, “Kalau kamu ibunya, kamu sungguh tega, Tahukah kamu, 10
tahun yang lalu sejak kamu meninggalkannya di sini, Eric terus
menunggu ibunya dan memanggil, ‘Mommy…, mommy!’ Karena tidak tega,
saya terkadang memberinya makan dan mengajaknya tinggal Bersama saya.
Walaupun saya orang miskin dan hanya bekerja sebagai pemulung sampah,
namun saya tidak akan meninggalkan anak saya seperti itu! Tiga bulan
yang lalu Eric meninggalkan secarik kertas ini. Ia belajar menulis
setiap hari selama bertahun-tahun hanya untuk menulis ini untukmu…”
Saya pun membaca tulisan di kertas itu…
“Mommy, mengapa Mommy tidak pernah kembali lagi…? Mommy marah sama
Eric, ya? Mom, biarlah Eric yang pergi saja, tapi Mommy harus berjanji
kalau Mommy tidak akan marah lagi sama Eric. Bye, Mom…”
Saya menjerit histeris membaca surat itu. “Bu, tolong katakan…
katakan di mana ia sekarang? Saya berjanji akan meyayanginya sekarang!
Saya tidak akan meninggalkannya lagi, Bu! Tolong katakan..!!”
Brad memeluk tubuh saya yang bergetar keras.
“Nyonya, semua sudah terlambat. Sehari sebelum nyonya datang, Eric
telah meninggal dunia. Ia meninggal di belakang gubuk ini. Tubuhnya
sangat kurus, ia sangat lemah. Hanya demi menunggumu ia rela bertahan
di belakang gubuk ini tanpa ia berani masuk ke dalamnya. Ia takut
apabila Mommy-nya datang, Mommy-nya akan pergi lagi bila melihatnya
ada di dalam sana… Ia hanya berharap dapat melihat Mommy-nya dari
belakang gubuk ini… Meskipun hujan deras, dengan kondisinya yang
lemah ia terus bersikeras menunggu Nyonya di sana.”


Read more: http://www.resensi.net/kisah-cinta-seorang-anak/2008/05/#ixzz1e6aS2Fn3

Goresan Paku


Suatu ketika, ada seorang anak laki-laki yang bersifat pemarah. Untuk mengurangi kebiasaan marah sang anak, ayahnya memberikan sekantong paku dan mengatakan pada anak itu untuk memakukan sebuah paku di pagar belakang setiap kali dia marah ...

Hari pertama anak itu telah memakukan 48 paku ke pagar setiap kali dia marah ... Lalu secara bertahap jumlah itu berkurang. Dia mendapati bahwa ternyata lebih mudah menahan amarahnya daripada memakukan paku ke pagar.

Akhirnya tibalah hari dimana anak tersebut merasa sama sekali bisa mengendalikan amarahnya dan tidak cepat kehilangan kesabarannya. Dia memberitahukan hal ini kepada ayahnya, yang kemudian mengusulkan agar dia mencabut satu paku untuk setiap hari dimana dia tidak marah.

Hari-hari berlalu dan anak laki-laki itu akhirnya memberitahu ayahnya bahwa semua paku telah tercabut olehnya. Lalu sang ayah menuntun anaknya ke pagar. "Hmm, kamu telah berhasil dengan baik anakku, tapi, lihatlah lubang-lubang di pagar ini. Pagar ini tidak akan pernah bisa sama seperti sebelumnya. "Ketika kamu mengatakan sesuatu dalam kemarahan. Kata-katamu meninggalkan bekas seperti lubang ini ... di hati orang lain.

Kamu dapat menusukkan pisau pada seseorang, lalu mencabut pisau itu ... Tetapi tidak peduli beberapa kali kamu minta maaf, luka itu akan tetap ada ... DAN luka karena kata-kata adalah sama buruknya dengan luka fisik ..."



Sahabatku, memang, sebuah permintaan maaf bisa mengobati banyak hal. Namun, agaknya kita juga harus mengingat, bahwa semua itu tak akan ada artinya, saat kita mengulangi kesalahan itu kembali.

Terima Kasih TeLah membaca^_^

Monday, November 14, 2011

Cara Menghindari Kesombongan

Dari Salman RA, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, "Tiga golongan tidak akan masuk surga, yaitu: Orang tua yang berzina, pemimpin yang banyak berdusta, dan orang miskin yang 'ujub lagi sombong". [HR. Al-Bazzar dengan sanad yang baik, dalam Targhib wat Tarhib juz 3, hal. 565]
Rasa, kata dan sikap yang sombong ibarat magnet yang menarik bencana. Al-Quran mengisahkan nasib tiga mahluk Allah yang menebar kesombongan akhirnya menuai azab, tidak saja di akhirat tetapi di dunia pun sudah didapatkan. Mereka adalah Iblis, Fir'aun dan Qarun.

Kebesaran adalah pakaian-Nya dan kesombongan adalah selendang-Nya. (Allah Ta'ala berfirman): Barang siapa menyaingi Aku pada keduanya pasti Aku azab ia." (HR. Muslim)

"Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri." (QS. Luqman : 18)

Di era yang serba modern dan canggih saat ini mengubah pola pikir muslim dan muslimah menjadi lebih gengsi, lebih cuek, lebih tampil kebarat-baratan yang berorientasi pada kesombongan belaka. Padahal sifat sombong itu dilarang oleh Allah azza wa jalla. Bagaimana menyikapi atau membubarkan penyakit sombong pada diri kita? Berikut ini caranya:

(1) Hindari  Banyak Bicara

Tidak banyak bicara terlebih pada hal-hal yang tidak bermanfaat. Pembicaraan yang kita ucapkan sering kali hanya membicarakan mengenai kelebihan yang kita punya. Hal-hal yang dianggap dapat membanggakan diri dibicarakan kepada semua orang. Padahal titik awal dari penyakit sombong adalah berawal dari pembicaraan ini. Oleh karena itu, marilah kita hindari banyak bicara yang tidak bermanfaat.

"Di antara orang yang aku cintai dan paling dekat tempat duduknya denganku di hari kiamat adalah orang yang paling baik akhlaqnya. Dan sesungguhnya orang yang paling aku benci dan paling jauh dariku di hari kiamat adalah orang yang banyak bicara dan orang yang berbicara dengan mulut penuh (untuk mempertontonkan kefasihannya) dan orang yang banyak bicaranya, serta membuka mulutnya lebar-lebar." (HR. Mutafaq 'alaihi)

(2) Sikap Rendah Hati, Bukan Rendah Diri

Selalu rendah hati adalah kunci untuk memerangi sifat sombong. Tapi perlu diingat! rendah hati bukanlah rendah diri. Maksud dari rendah hati yaitu senang berlaku baik terhadap semua orang. Selalu menolong orang-orang yang membutuhkan bantuan kita. Sehingga kita tidak lakunya berlagak sombong.

"Sesungguhnya Allah SWT telah mewahyukan kepadaku agar kalian bertawadhu', sehingga tak seorang pun menyombongkan diri kepada yang lain, atau seseorang tiada menganiaya kepada yang lainnya." (HR.Muslim)
(3) Jangan Merasa Dermawan

Tips lain untuk menghindari perilaku sombong yaitu melupakan pemberian yang kita berikan. Jangan sampai kiya mengungkit-ungkit apa pun yang kita berikan kepada orang lain. karena itu menunjukkan bahwa kita memberinya dengan tidak ikhlas. Rasulullah saw mengatakan "jika tangan kananmu memberi, jangan sampai tangan kirimu tahu"maksudnya yaitu jika kita memberi sesuatu jangan sampai tahu orang lain. Harus ikhlas dan hanya mengharap ridho Allah azza wa jalla semata.

Orang-orang yang menafqahkan hartanya di jalan Allah, kemudian mereka tidak mengiringi apa yang dinafqahkannya itu dengan menyebut-nyebut pemberiannya dan dengan tidak menyakiti (perasaan si penerima), mereka memperoleh pahala di sisi Tuhan mereka. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. Perkataan yang baik dan pemberian ma'af lebih baik dari sedekah yang diiringi dengan sesuatu yang menyakitkan (perasaan si penerima). Allah Maha Kaya lagi Maha Penyantun. (QS. Al-Baqarah : 261-263)

(4) Tebarkan Salam

Selalu memberi salam dan menyapa kepada setiap muslim dan muslimah merupakan ibadah. Karena jika kita melakukannya berarti menunjukkan bahwa kita berlaku sombong. Tidak memaling muka kita kepada orang-orang sekitar. Dan insyaAllah cara ini sangat mudah kita lakukan.

Dari Abu Hurairah ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, "Demi Tuhan yang jiwaku ada di tangan-Nya, tidaklah kalian masuk surga sehingga kalian beriman dan tidaklah kalian beriman sehingga kalian saling berkasih-sayang. Maukah aku tunjukkan kepada kalian pada suatu perkara apabila kalian mengamalkannya kalian akan saling berkasih sayang ? Tebarkanlah salam diantara kalian !". (HR. Tirmidzi)

(5) Senantiasa Bersedekah

Dan hal lain yang tidak kalah pentingnya yaitu sering-sering bersedekah. Jangan sampai kita karena merasa kaya lalu bersikap kikir dan angkuh. Kita harus sering-sering "melihat orang yang dibawah kita". Sehingga kita senantiasa tidak bersikap berlebihan dalam berbagai hal. Dan sedekah ini juga kita gunakan untuk membersihkan berbagai kotoran yang ada pada harta yang kita miliki. InsyaAllah istiqomah.

Dari Abu Hurairah r.a., ia berkata bahwa seseorang telah bertanya kepada Nabi saw., "Ya Rasulullah, sedekah yang bagaimanakah yang paling besar pahalanya?" Rasulullah saw. bersabda, "Bersedekah pada waktu sehat, takut miskin, dan sedang berangan-angan menjadi orang yang kaya. Janganlah kamu memperlambatnya sehingga maut tiba, lalu kamu berkata, 'Harta untuk Si Fulan sekian, dan untuk Si Fulan sekian, padahal harta itu telah menjadi milik Si Fulan (ahli waris)." (HR. Bukhari Muslim).
Itulah beberapa tips dan amalan yang bisa menghindarkan diri dari munculnya rasa sombong yang selalu digodakan kepada manusia.

Sombong adalah meremehkan manusia lain dan menolak kebenaran. Sedangkan menyukai keindahan dan pakaian yang bagus bukanlah termasuk kesombongan. JAGALAH HATI.

Semoga bermanfaat.
- Dari Jamaah MPI


Optimisme di Pagi Hari

Wahai anakku, bangunlah, saksikan rezqi Tuhanmu dan janganlah kamu menjadi golongan orang-orang yang lalai, karena sesungguhnya Allah
Dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda, ''Tiada suatu hari bagi para hamba yang bangun pagi-pagi kecuali dua malaikat akan turun. Salah satu dari malaikat itu berkata, 'Ya Allah, berikanlah kepada orang yang bersedekah dengan pahalanya.' Malaikat yang kedua berkata, 'Ya Allah, berikanlah kerusakan pada orang yang kikir'.'' (HR Bukhari).

Hari terus berganti, roda kehidupan tak henti menggelinding. Manusia sebagai bagian dari alam yang terus bergerak ini, hendaknya bisa memanfaatkan momentum untuk mendapatkan kebaikan, dari hari ke hari.

Pagi hari mengawali denyut aktivitas manusia yang berbeda-beda. Manusia keluar dari rumah, menyebar di muka bumi, mencari penghidupan, dan meninggalkan sejenak keluarga di rumah. Wajah-wajah segar setelah beristirahat semalam mengiringi langkah yang optimistis.

Pagi selalu hadir dan itu berarti optimisme untuk mendapatkan sesuatu yang lebih dari apa yang mungkin didapatkan di hari kemarin. Dan, memang demikianlah manusia; harus senantiasa optimistis, seoptimistis pagi yang selalu menyapa.'

Mengawali hari dengan niat baik dan dengan aktivitas yang baik adalah karakter yang seharusnya dimiliki oleh orang Mukmin. Sehingga, hari demi hari, kebaikanlah yang ia dapatkan. Tidak hanya kebaikan yang sifatnya materi, tetapi juga nonmateri.

Momentum pergantian hari dengan demikian justru menjadikannya semakin mulia di mata Allah SWT dan terhormat di mata manusia. Hasil yang didapatkannya pun bermanfaat buat dirinya dan keluarga serta lingkungan sekitar.

Pada hadist di atas, Rasulullah SAW mengungkapkan ada dua malaikat yang setiap pagi mendoakan manusia. Satu mendoakan kebaikan dan satunya lagi mendoakan keburukan.
Manusia yang memulai hari dengan baik (digambarkan dengan orang yang bersedekah) akan didoakan kebaikan oleh malaikat. Sementara manusia yang memulai hari dengan buruk (digambarkan dengan orang kikir) akan didoakan keburukan oleh malaikat lainnya.

Namun kerap kali, aktivitas manusia yang begitu padat membuatnya lupa untuk berniat melakukan kebaikan di pagi hari. Akibatnya, yang dihasilkan di hari itu pun hanya keuntungan yang sifatnya materi, kalau tidak malah kerugian karena sudah berniat buruk.

Rasulullah SAW, melalui hadist itu, mengingatkan kita untuk selalu mengawali hari dengan kebaikan. Awal yang baik akan menghasilkan akhir yang baik pula.

Beberapa Tips agar bisa menjadikan Pagi Hari dengan semangat dan optimis;
1. Awali Tidur dan Akhiri dengan berdoa
Hudzaifah r.a. dan Abu Dzarr keduanya berkata : Adalah Rasulullah saw. jika akan tidur membaca : bismikallahumma ahya wa amutu (Dengan nama-Mu ya Allah aku hidup dan mati), dan apabila bangun tidur membaca ; alhamdulillahil ladzi ahyana ba'da ma amatana wailaihin nusyur (Segala puji bagi Allah yang menghidupkan aku kembali setelah mematikan aku dan kepada Allah akan bangkit). (HR.Bukhari)

2. Ketika Bangun Tidur selalu Ingatlah Allah,  Jangan dahulukan memikirkan Dunia dulu.
3. Jangan Tidur lagi 
Dari Fathimah binti Muhammad RA ia berkata : Rasulullah SAW melewati aku sedangkan ketika itu aku tiduran di waktu pagi. Maka beliau menggerak-gerakkan aku dengan kaki beliau, kemudian bersabda, "Wahai anakku, bangunlah, saksikan rezqi Tuhanmu dan janganlah kamu menjadi golongan orang-orang yang lalai, karena sesungguhnya Allah 'Azza wa Jalla membagi rezqi manusia antara terbit fajar sampai terbit matahari". [HR. Baihaqi]
4. Aktif Bekerja dengan Niat Ibadah
Dari Salim, dari ayahnya, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya Allah cinta kepada orang mukmin yang aktif ". [HR. Baihaqi]
5. Harapkanlah Keberkahan. Kuantitas tanpa keberkahan adalah kerugian
Semoga Bermanfaat.
Oleh Fajar Kurnianto dg beberapa keterangan

Sunday, November 13, 2011

Uang Bukan Segalanya untuk Maju


ADA satu hal yang agaknya perlu kita renungkan dari remaja 18 tahun asal Papua, Septinus George Saa. “Uang sebenarnya bukan segala-galanya untuk maju. Selalu ada jalan untuk menimba ilmu,” katanya. Sepintas di telinga, apa yang dikatakan Oge-begitu ia biasa dipanggil-terdengar seperti slogan. Namun, Oge sama sekali bukan berkampanye. Ia hanya ingin jujur menunjukkan apa yang dicapainya tidak terkait dengan kemampuan finansial keluarganya.
Sosok Oge mungkin bisa disebut sebagai gabungan dari remaja yang punya kemauan serta kepercayaan diri tinggi, keingintahuannya besar, dan ulet ncari celah untuk mengatasi hambatan. Sekolah bagi Oge sangat menyenangkan. Ia akan merasa rugi besar jika sampai harus bolos sekolah, entah karena tak punya ongkos jalan atau karena harus membantu ayah di ladang. Untuk mengungkapkan kekesalannya karena tak bisa bersekolah, Oge pernah menangis berjam-jam saat duduk di bangku sekolah dasar (SD). Kerapnya orangtua Oge terpaksa menunggak SPP juga tak membuat dirinya kehilangan semangat sekolah.
Bukan hanya urusan ongkos jalan dan SPP saja yang dihadapi Oge sepanjang duduk di bangku sekolah, bahkan buku cetak pegangan di kelas yang harus dimiliki murid juga sering tak dimilikinya. Tetapi, dasar otak encer, ia tenang saja menyerap seluruh pelajaran dengan otaknya. Prestasinya di kelas sejak SD membuat gurunya menawari Oge untuk langsung ikut ujian kelas enam, padahal saat itu ia baru kelas empat. Keruan ibu Oge, Nelce Wafom, melarangnya menerima tawaran itu, bukan saja karena sang kakak di kelas enam, tetapi Nelce juga menginginkan Oge berkembang sesuai dengan umurnya.
HASIL penelitian Oge sebenarnya sederhana, tetapi bisa mempunyai manfaat kelak jika dikembangkan lebih jauh. Lewat tulisannya di harian ini Mei lalu, Dr Kebamoto, ahli fisika di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, menilai eksperimen fisika Oge ini boleh jadi akan menjadi langkah awal pengungkapan misteri struktur sarang tawon yang berbentuk heksagon. Ini adalah struktur yang dikenal dalam bidang material sains dan struktur bangunan sipil, mulai dari lembaran kulit bola kaki sampai material berukuran mikrometer atau nanometer.
Struktur sarang tawon dikenal bisa membuat berbagai material-seperti grafit atau nanokomposit-menjadi memiliki sifat fisika yang aneh-aneh, seperti daya hantar listrik tinggi, tahan terhadap suhu tinggi, dan kekuatan mekaniknya 500 kali dari baja. Padahal, pada bahan yang sama, jika strukturnya tak sarang tawon, sifat fisika seperti disebut di atas tidak akan tampak.
Dalam eksperimennya, Oge meneliti dua hukum Kirchoff, suatu hukum yang mengatur besar arus dan tegangan listrik pada titik percabangan suatu rangkaian/jaringan resistor.
Menurut Kebamoto, jika jaringan itu berbentuk persegi atau segitiga, penghitungan resistor totalnya bisa dikerjakan murid sekolah menengah atas (SMA). Sementara kalau struktur resistornya berbentuk bintang, pengerjaannya bisa digarap mahasiswa tingkat 1 atau 2.
Namun, yang dikerjakan Oge adalah struktur sarang tawon rumit, di mana mencari hambatan atau beda tegangan antara dua titik simpul mana saja pada sarang tawon, yang tak bisa dilakukan oleh sembarang orang. Oge ternyata menyelesaikan masalah dengan deret Fourier yang biasanya baru diajarkan pada mahasiswa semester 4.
Bisa dibayangkan, seorang murid kelas 3 SMU Negeri Buper, Jayapura, bisa menurunkan persamaan rumit itu ke dalam formula sederhana. Dengan rumusnya itu, ia bisa menghitung hambatan (resistensi) di antara dua titik dalam sebuah rangkaian sarang tawon. Padahal, menurut Kebamoto, karena rumit dan solusi analitisnya sulit ditentukan, Oge harus belajar terlebih dulu soal analisis numerik dan program komputer yang bisa menyelesaikan kasus itu. Semua ini biasanya baru dipelajari mahasiswa tahun ke-3.
PERJALANAN Oge membuat rumus yang layak ia klaim sebagai “George Saa Formula” sebenarnya berawal dari terpilihnya ia-bersama dengan empat siswa lain-oleh Departemen Pendidikan Nasional untuk ikut Olimpiade Fisika. Saat itulah ia mulai berkenalan dengan pelatihan tiga bulan yang dilakukan Tim Olimpiade Fisika di Universitas Pelita Harapan (UPH), Karawaci, Tangerang. Hasilnya, ia dikirim ke India, mengikuti lomba fisika, di mana Oge cuma memperoleh gelar honourable.
Berikutnya, ia menghasilkan makalah berjudul “Apakah Elektron merupakan Partikel atau Gelombang?” yang merupakan hasil tinjauan ulang atas berbagai makalah yang pernah ditulis sejumlah ilmuwan. Dari makalah yang dinilai biasa saja, tetapi penjelasan dan cara menyimpulkannya menarik, Yohanes Surya-guru besar UPH yang juga Ketua Tim Olimpiade Fisika-mulai melihat adanya potensi pada diri Oge. Bersama dengan enam peserta lain, ia kembali berlatih di UPH selama sebulan sebelum diminta untuk membuat penelitian dari sejumlah topik yang sudah ditentukan. Dari situlah, Oge mulai meneliti soal penghitungan hambatan pada struktur sarang tawon.
Jika menilik ke belakang, apa yang dihasilkan Oge bukannya tanpa hambatan. Untuk mengikuti lomba ilmiah tingkat pelajar di luar daerahnya bukanlah hal mudah. Beruntung ia memiliki kakak yang bisa diajak “bersekutu”. Adalah Franky Albert Saa, kakak Oge yang tertua, yang secara diam-diam mempersiapkan kepergian adiknya ke Jakarta setelah Oge menjuarai lomba Olimpiade Kimia tingkat daerah tahun 2001. Sang ibu rupanya tidak rela berpisah dari si bungsu yang dilahirkan 22 September 1986 ini. Persis menjelang Oge akan melangkah menuju pesawat, baru kabar itu disampaikan kepada Nelce. Keruan tangis Nelce pun pecah dan itu berlangsung sampai dua pekan.
Bagi Oge, masa sulit bersekolah praktis terlewati begitu ia diterima di SMUN 3 Buper Jayapura, sebuah sekolah unggulan milik Pemerintah Provinsi Papua, yang dikhususkan untuk menampung siswa berprestasi. Para lulusan sekolah menengah pertama yang berprestasi dari setiap kabupaten/kota dikirim oleh pemerintah daerahnya untuk bisa bersekolah di sini.
Di sekolah itu pula, Oge mulai mengenal internet, yang menjadi sumber inspirasi penulisan risetnya. Dari internet juga, ia mendapat bermacam-macam teori, temuan, dan hasil penelitian para ahli fisika dunia yang mengilhami Oge dalam menurunkan rumusnya. Itulah yang membuat dia berkomentar, “Uang bukan segala-galanya untuk maju. Selalu ada jalan untuk menimba ilmu.”
Karena itu pula, ia berharap para remaja Papua juga dapat melakukan hal serupa dan tidak perlu resah dengan urusan uang. “Orang Papua banyak yang hebat dan memiliki otak brilian. Tetapi, mereka selalu melihat uang sebagai hambatan. Padahal, yang penting kan kemauan dan semangat kerja keras,” ujar remaja yang juga mendapat kesempatan belajar riset di Polish Academy of Science di Polandia selama satu bulan.
Kesempatan itu tentu saja amat diimpi-impikan Oge yang bercita-cita meraih Nobel bidang fisika kelak. “Saya memang masih harus bekerja keras, disiplin, dan terus mencari yang terbaik untuk sampai ke sana,” katanya.
KINI hari-hari Oge tidak hanya disibukkan dengan belajar, mengasah kemampuannya, tetapi juga menghadiri berbagai acara yang sifatnya seremonial. Suatu kali pernah ia harus hadir atas undangan Gubernur Papua JP Solossa guna bertatap muka dengan para guru dan murid se-Kabupaten Jayapura dan Kabupaten Keerom di Kantor Balai Pelatihan Guru di Kota Raja, Jayapura. Dalam acara yang terkait dengan peringatan Hari Pendidikan Nasional itu, Solossa memujinya dengan mengatakan, “Dia tidak hanya membawa nama besar Papua, tetapi mengangkat nama bangsa Indonesia di dunia internasional. Ini satu kebanggaan luar biasa. Papua yang selalu dikonotasikan dengan kemiskinan, telanjang, dan bodoh ternyata punya putra asli yang genius,” kata Solossa disambut tepuk tangan.
Oge kini memang menjadi favorit guru dan murid di Papua. Seusai pertemuan dengan Gubernur Solossa, misalnya, para siswa dan guru mengerumuninya. Mereka mengucapkan selamat berjuang, sementara beberapa guru dari sekolah lain mengajak Oge berfoto bersama. Sementara, di luar ruangan, teman-temannya telah menunggu. Mereka tak sabar meminta Oge menjelaskan pelajaran fisika yang baru saja mereka dapat dari sang guru. (KORNELIS KEWA AMA)
Sumber: Septinus George Saa, Uang Bukan Segalanya untuk Maju – Kompas, 30 Desember 2004


Read more: http://www.resensi.net/uang-bukan-segalanya-untuk-maju/2007/01/#ixzz1dYWDkDM0

Mungkin Sekali Saya Sendiri Juga Maling


Kita hampir paripurna menjadi bangsa porak-poranda, terbungkuk dibebani hutang dan merayap melata sengsara di dunia. Penganggur 40 juta orang, anak-anak tak bisa bersekolah 11 juta murid, pecandu narkoba 6 juta anak muda, pengungsi perang saudara 1 juta orang, VCD koitus beredar 20 juta keping, kriminalitas merebat di setiap tikungan jalan dan beban hutang di bahu 1600 trilyun rupiahnya.
Pergelangan tangan dan kaki Indonesia diborgol di ruang tamu Kantor Pegadaian Jagat Raya, dan di punggung kita dicap sablon besar-besar Tahanan IMF dan Penunggak Bank Dunia. Kita sudah jadi bangsa kuli dan babu, menjual tenaga dengan upah paling murah sejagat raya.
Ketika TKW-TKI itu pergi lihatlah mereka bersukacita antri penuh harapan dan angan-angan di pelabuhan dan bandara, ketika pulang lihat mereka berdukacita karena majikan mungkir tidak membayar gaji, banyak yang disiksa malah diperkosa dan pada jam pertama mendarat di negeri sendiri diperas pula.
Negeri kita tidak merdeka lagi, kita sudah jadi negeri jajahan kembali. Selamat datang dalam zaman kolonialisme baru, saudaraku. Dulu penjajah kita satu negara, kini penjajah multi-kolonialis banyak bangsa. Mereka berdasi sutra, ramah-tamah luarbiasa dan banyak senyumnya. Makin banyak kita meminjam uang, makin gembira karena leher kita makin mudah dipatahkannya.
Di negeri kita ini, prospek industri bagus sekali. Berbagai format perindustrian, sangat menjanjikan, begitu laporan
penelitian. Nomor satu paling wahid, sangat tinggi dalam evaluasi, dari depannya penuh janji, adalah industri korupsi.
Apalagi di negeri kita lama sudah tidak jelas batas halal dan haram, ibarat membentang benang hitam di hutan kelam jam satu malam.
Bergerak ke kiri ketabrak copet, bergerak ke kanan kesenggol jambret, jalan di depan dikuasai maling, jalan di belakang penuh tukang peras, yang di atas tukang tindas. Untuk bisa bertahan berakal waras saja di Indonesia, sudah untung.
Lihatlah para maling itu kini mencuri secara berjamaah. Mereka bersaf-saf berdiri rapat, teratur berdisiplin dan betapa
khusyu’.
Begitu rapatnya mereka berdiri susah engkau menembusnya. Begitu sistematiknya prosedurnya tak mungkin engkau menyabotnya. Begitu khusyu’nya, engkau kira mereka beribadah. Kemudian kita bertanya, mungkinkah ada maling yang istiqamah?
Lihatlah jumlah mereka, berpuluh tahun lamanya, membentang dari depan sampai ke belakang, melimpah dari atas sampai ke bawah, tambah merambah panjang deretan saf jamaah. Jamaah ini lintas agama, lintas suku dan lintas jenis kelamin.
Bagaimana melawan maling yang mencuri secara berjamaah? Bagaimana menangkap maling yang prosedur encuriannya malah dilindungi dari atas sampai ke bawah? Dan yang melindungi mereka, ternyata, bagian juga dari yang pegang senjata dan yang memerintah.
Bagaimana ini?
Tangan kiri jamaah ini menandatangani disposisi MOU dan MUO (Mark Up Operation), tangan kanannya membuat yayasan beasiswa, asrama yatim piatu dan sekolahan.
Kaki kini jamaah ini mengais-ngais upeti ke sana ke mari, kaki kanannya bersedekah, pergi umrah dan naik haji.
Otak kirinya merancang prosentasi komisi dan pemotongan anggaran, otak kanannya berzakat harta, bertaubat nasuha dan memohon ampunan Tuhan.
Bagaimana caranya melawan maling begini yang mencuri secara berjamaah? Jamaahnya kukuh seperti diding keraton, tak mempan dihantam gempa dan banjir bandang, malahan mereka juru tafsir peraturan dan merancang undang-undang, penegak hukum sekaligus penggoyang hukum, berfungsi bergantian.
Bagaimana caranya memroses hukum maling-maling yang jumlahnya ratusan ribu, barangkali sekitar satu juta orang ini, cukup jadi sebuah negara mini, meliputi mereka yang pegang kendali perintah, eksekutif, legislatif, yudikatif dan dunia bisnis, yang pegang pestol dan mengendalikan meriam, yang berjas dan berdasi.
Bagaimana caranya?
Mau diperiksa dan diusut secara hukum?
Mau didudukkan di kursi tertuduh sidang pengadilan?
Mau didatangkan saksi-saksi yang bebas dari ancaman?
Hakim dan jaksa yang bersih dari penyuapan?
Percuma Seratus tahun pengadilan, setiap hari 8 jam dijadwalkan Insya Allah tak akan terselesaikan.
Jadi, saudaraku, bagaimana caranya?
Bagaimana caranya supaya mereka mau dibujuk, dibujuk, dibujuk agar bersedia mengembalikan jarahan yang berpuluh tahun dan turun-temurun sudah mereka kumpulkan. Kita doakan Allah membuka hati mereka, terutama karena terbanyak dari mereka orang yang shalat juga, orang yang berpuasa juga, orang yang berhaji juga. Kita bujuk baik-baik dan kita doakan mereka.
Celakanya, jika di antara jamaah maling itu ada keluarga kita, ada hubungan darah atau teman sekolah, maka kita cenderung tutup mata, tak sampai hati menegurnya.
Celakanya, bila di antara jamaah maling itu ada orang partai kita, orang seagama atau sedaerah, kita cenderung menutup-nutupi fakta, lalu dimakruh-makruhkan dan diam-diam berharap semoga kita mendapatkan cipratan harta tanpa ketahuan.
Maling-maling ini adalah kawanan anai-anai dan rayap sejati. Dan lihat kini jendela dan pintu rumah Indonesia dimakan rayap. Kayu kosen, tiang, kasau, jeriau rumah Indonesia dimakan anai-anai. Dinding dan langit-langit, lantai rumah Indonesia digerogoti rayap. Tempat tidur dan lemari, meja kursi dan sofa, televisi rumah Indonesia dijarah anai-anai. Pagar pekarangan, bahkan fondasi dan atap rumah Indonesia sudah mulai habis dikunyah-kunyah rayap. Rumah Indonesia menunggu waktu, masa rubuhnya yang sempurna.
Aku berdiri di pekarangan, terpana menyaksikannya. Tiba-tiba datang serombongan anak muda dari kampung sekitar. “Ini dia rayapnya! Ini dia Anai-anainya!” teriak mereka. “Bukan. Saya bukan Rayap, bukan!” bantahku.
Mereka berteriak terus dan mendekatiku dengan sikap mengancam. Aku melarikan diri kencang-kencang. Mereka mengejarkan lebih kenjang lagi. Mereka menangkapku. “Ambil bensin!” teriak seseorang. “Bakar Rayap,”
teriak mereka bersama. Bensin berserakan dituangkan ke kepala dan badanku. Seseorang memantik korek api. Aku dibakar. Bau kawanan rayap hangus. Membubung Ke udara.
Sumber: Mungkin Sekali Saya Sendiri Juga Maling oleh Taufiq Ismail


Read more: http://www.resensi.net/mungkin-sekali-saya-sendiri-juga-maling/2007/01/#ixzz1dYVPVBTH

Kesunyian Pohon Cemara


SEORANG anak kecil berumur empat tahun menarik-narik tangan ayahnya untuk dibelikan pohon natal besar yang berdiri tegak di sebuah supermarket.
“AKU mau ini.”
“Jangan, sayang. Itu tidak dijual.”
“Kok di situ?”
“Untuk hiasan. Kita nonton saja sebentar. Itu tidak dijual.”
Seperti malaikat, seorang pelayan dengan seragam penuh aksesori Natal tiba-tiba sudah berdiri di samping sang anak.

“Ini tidak dijual, Adik,” sambil memandang pohon natal. Sambil mengambil kardus panjang berwarna putih, ia tersenyum sambil menawarkan, “Kalau ini boleh, tingginya 60 cm, juga pakai lampu. Boneka Sinterklas itu juga boleh.”
Dengan pandangan setengah menggugat, anak itu menarik tangan ayahnya agar mendekat pada “malaikat” supermarket itu.
“Baik, ambil satu,” kata sang ayah sambil mengusap punggung anaknya.
Sesampai di rumah, si kecil tidak sabar mengeluarkan seluruh isi kardus pohon Natal bertuliskan “Decorated Table Tree” itu: satu set pohon cemara superfisial yang terbuat dari kawat dan potongan-potongan kain hijau, satu set lampu hias, hiasan bola-bola salju, dan tiga atau empat bintang berwarna kuning keemasan. Sambil berbisik “wi wis yu, e meri krimet” (maksudnya we wish you a merry Christmas), ia sibuk membantu ayahnya merangkai pohon natal.
Supaya lebih meriah, sang ayah memasukkan kaset natal ke dalam tape. Satu per satu anggota keluarga bermunculan mendekati “huru-hara” yang tiba-tiba itu. Tiba-tiba ia berhenti di sudut ruangan menghampiri kotak besar yang sedikit berdebu. Puluhan boneka yang sudah lama disimpan di kotak dikeluarkan. Patung Bunda Maria yang sudah retak pun dipasang tidak jauh dari pohon natal. Sinterklas berwarna putih-merah ditaruh di baris paling depan, seperti patung Betara Kala sang penjaga.
POHON cemara, kaset Malam Kudus, boneka Sinterklas, adalah beberapa bahan pokok dalam perayaan Natal. Mudahnya mendapatkan pohon natal di supermarket menjauhkan keinginan anak untuk melihat “kerja bakti” membuat pohon natal di gereja. Banyaknya kaset menjauhkan keinginan anak untuk “nonton” latihan koor persiapan Natal. Murahnya boneka Sinterklas mengakrabkan anak-anak dengan simbol-simbol Natal di tempat lain (yang sebelumnya hampir tidak dikenal di Indonesia).
Untuk mengingatkan bahwa sekarang ini Natal, rasanya lebih mudah pergi ke supermarket daripada pergi ke gereja atau tempat-tempat latihan koor (yang semakin sulit dicari anggotanya!). Semakin banyak memborong atribut-atribut Natal rasanya kita semakin berhasil menghadirkan Natal.
Membeli rasanya seperti beribadat. Tidak membeli sepertinya tidak menghormati Natal. Memang, menjelang perayaan Natal pusat-pusat belanja menjadi semacam sanctuaria untuk memproduksi dan mengonsumsi berbagai atribut atas nama Natal atau, persisnya, bentuk-bentuk simbolik budaya pop Natal. Sebagai bentuk, atribut-atribut itu siap kita pakai sesuai dengan kepentingan kita (dari bisnis, keagamaan, pergaulan, sampai dengan gengsi). Bentuk-bentuk itu bersifat simbolik karena semuanya mengatasi nilai fungsionalnya.
Pohon natal yang semula berdiri di gereja untuk kepentingan upacara misa atau kebaktian, kini berdiri di rumah-rumah, di supermarket, dan di tempat-tempat publik seperti kantor dan rumah sakit dengan fungsinya masing-masing. Topi berjambul yang dikenakan pada kakek Sinterklas bisa juga dipakai untuk seragam sekelompok anak muda untuk pesta Natal maupun Tahun Baru.
Bentuk-bentuk simbolik itu juga memiliki karakter budaya pop dalam arti menduduki posisi komoditas dalam sebuah perekonomian kapitalis. Komoditas tersebut menjadi impian siapa saja yang ingin hadir sekarang dan di sini, yaitu saat Natal. Tanpa pohon natal seakan kita tidak natalan seperti halnya tanpa sampo rambut seakan rambut kita penuh ketombe. Anehnya, pohon cemara yang ditanam di depan rumah tiba-tiba menjadi kurang afdal daripada pohon cemara artifisial itu! Status aksesori Natal sebagai komoditas ternyata bukan hanya memperluas para pengguna aksesori (dengan berbagai kekuatan promosionalnya) melainkan juga memasukkan unsur baru, yaitu membeli. Kenikmatan membeli bercampur baur dengan kekhusukan berbakti, kenikmatan mengonsumsi bercampur baur dengan kenikmatan promosi dan gengsi.
BEGITULAH Natal masuk dalam logika budaya pop Natal. Gloria in excelsis Deo (Kemuliaan pada Allah di surga) seakan habis dimaterialisasikan dalam gemerlapan lampu-lampu indah dan rumbai-rumbai pintu yang menghiasi pusat-pusat perbelanjaan. Kita seakan tidak lagi mendapatkan kesempatan untuk memilih cara lain untuk merayakan Natal di luar cara yang dijualbelikan. Kalau toh ada, perayaan kita rasanya belum komplet kalau belum dilengkapi dengan berbagai aksesori yang ada (entah karena keterbatasan ekonomi maupun keterbatasan keyakinan untuk mengonsumsinya!). Poros Natal dari rumah ke gereja digeser oleh poros dari rumah ke pusat belanja.
Apakah dengan demikian kita kehilangan kesempatan untuk mengalami Natal kita sendiri? Belum tentu. Sebagai bentuk-bentuk simbolik, atribut-atribut Natal bebas kita pakai untuk menggubah cerita Natal kita sendiri. Kisah Natal adalah kisah tentang pengalaman keterbatasan sekaligus kebebasan manusia. Kisah Natal pasti bukan kisah tentang pohon natal bersalju yang tidak pernah kita lihat wujud aslinya, juga bukan kisah tentang tokoh mistis Sinterklas yang barang kali tidak pernah kita dengar sejarahnya, juga bukan kisah tentang lagu Malam Kudus yang kita nyanyikan dengan empat suara. Perayaan Natal di negeri lain menghasilkan pohon natal, bukan sebaliknya; perayaan Natal anak-anak di negeri lain menghasilkan kisah tentang Sinterklas, bukan sebaliknya; pengalaman Natal juga menghasilkan lagu Malam Sunyi yang terkenal itu.
Orang bilang, salah satu ciri pengalaman konsumsi zaman sekarang adalah ephemeral, sesaat, cepat berlalu, minta konsumsi lagi dan lagi. Pengalaman ini barangkali juga kita alami saat membeli pohon natal. Hanya dalam dua atau tiga hari, pohon natal mungkin saja berdiri kesepian di pojok ruang, bisu tidak bisa bicara karena sudah menjauh dari pengalaman nikmat membeli.
Jangan-jangan kesunyian pasca-konsumsi ini yang paling dekat dengan ungkapan “malam sunyi” yang kita nyanyikan. Orang butuh pengalaman lain yang pantas dikenang, yang pantas menghias kehidupan, yang tidak hanya mengalir dari pengalaman pembelian, melainkan dilakukan bersama orang lain, yang tidak muncul dari menyaksikan (voyeuristic) melainkan kesaksian.
Kita pertama-tama tidak butuh popular culture yang diproduksi oleh satu mesin ideologi konsumsi massa, melainkan culture of the people dengan berbagai ragamnya, bukan popular culture yang senantiasa minta disaksikan melainkan culture of the people yang menuntut kesaksian, bukan popular culture yang kita capai lewat konsumsi (sendirian) melainkan culture of the people yang kita ciptakan bersama orang lain. (*)
Sumber: Kesunyian Pohon Cemara oleh St Sunardi


Read more: http://www.resensi.net/kesunyian-pohon-cemara/2007/01/#ixzz1dYUNHRQ6

Jangan Bernapas dalam Lumpur


Setiap orang tentu memiliki rencana tertentu di tahun baru nanti. Entah itu terkait dengan target-target tertentu dalam pencapaian prestasi, atau yang hanya ingin menerapkan perilaku lebih baik daripada sebelumnya. Apapun, kalau kita merencanakan dengan baik, kita akan mendapatkan sesuatu dengan konkret.
Yang ingin saya tekankan di sini adalah bagaimana para pebisnis kita di tahun mendatang memiliki rencana untuk memperkokoh bisnis di negara kita dengan dilandasi etika bisnis. Mumpung pemerintahan masih baru, mari kita menggelorakan semangat untuk berbisnis dengan bersih. Jangan sampai berbisnis dengan tamak sehingga membuat orang lain tidak nyaman.

Hal-hal tidak bersih itu dapat kita lihat di sekeliling kita setiap hari. Misalnya saja, bagaimana orang dijebloskan di penjara karena hanya mampu ‘membayar’ sedikit. Sedangkan orang yang membayar banyak bisa lolos.
Di bidang pajak, kasus-kasus suap tak bisa dihitung lagi. Padahal, kasus-kasus demikian diciptakan oleh orang bisnis sendiri. Para pebisnis maunya serba cepat. Apapun ditempuh agar urusan bisnisnya cepat selesai. Perilaku ini menular bagai virus. Maka, di tahun mendatang saya berharap jalur bisnis ditata satu per satu sehingga praktik bisnis bisa berlangsung secara bersih.
Saya mengumpamakan orang-orang yang berbisnis dengan tidak benar seperti orang yang bernapas dalam lumpur. Kenapa? Karena ada celah-celah yang membuat mereka mempraktikkan bisnis kotor. Kalau kemudian kita bertanya, ‘Mengapa orang-orang seperti itu masih exist?’ Karena, mereka lihai bagai belut.
Namun, tidak berarti saya mengecap semua pebisnis demikian. Ada orang-orang yang berani melawan arus. Mereka tidak mau ikut-ikutan mencari-cari celah sehingga berpraktikk bisnis dengan kotor. Saya menyebut orang-orang seperti ini seperti ‘bernapas di udara segar.’ Mari bantu mereka agar tidak ikut-ikutan ‘bernapas dalam lumpur.’Agar berani melawan arus yang tidak benar dalam bisnis orang harus berbekal etika bisnis.
Pengertian etika berbedar dengan etiket. Etiket berasal dari bahasa Prancis etiquette yang berarti tata cara pergaulan yang baik antara sesama menusia. Sementara itu etika, berasal dari bahasa Latin, berarti falsafah moral dan merupakan cara hidup yang benar dilihat dari sudut budaya, susila, dan agama.
Mempraktikkan bisnis dengan etiket berarti mempraktikkan tata cara bisnis yang sopan dan santun sehingga kehidupan bisnis menyenangkan karena saling menghormati. Etiket berbisnis diterapkan pada sikap kehidupan berkantor, sikap menghadapi rekan-rekan bisnis, dan sikap di mana kita tergabung dalam organisasi. Itu berupa senyum — sebagai apresiasi yang tulus dan terima kasih, tidak menyalah gunakan kedudukan, kekayaan, tidak lekas tersinggung, kontrol diri, toleran, dan tidak memotong pembicaraan orang lain.
Dengan kata lain, etiket bisnis itu memelihara suasana yang menyenangkan, menimbulkan rasa saling menghargai, meningkatkan efisiensi kerja, dan meningkatkan citra pribadi dan perusahaan. Berbisnis dengan etika bisnis adalah menerapkan aturan-aturan umum mengenai etika pada perilaku bisnis. Etika bisnis menyangkut moral, kontak sosial, hak-hak dan kewajiban, prinsip-prinsip dan aturan-aturan.
Jika aturan secara umum mengenai etika mengatakan bahwa berlaku tidak jujur adalah tidak bermoral dan beretika, maka setiap insan bisnis yang tidak berlaku jujur dengan pegawainya, pelanggan, kreditur, pemegang usaha maupun pesaing dan masyarakat, maka ia dikatakan tidak etis dan tidak bermoral.
Intinya adalah bagaimana kita mengontrol diri kita sendiri untuk dapat menjalani bisnis dengan baik dengan cara peka dan toleransi. Dengan kata lain, etika bisnis untuk mengontrol bisnis agar tidak tamak. Bahwa itu bukan bagianku. Perlakukan orang lain sebagaimana kita ingin diperlakukan. Selamat menyongsong Tahun Baru 2005.
Sumber: Jangan Bernapas dalam Lumpur oleh Mien R Uno, Lembaga
Pendidikan DUTA BANGSA Empower Yourself


Read more: http://www.resensi.net/jangan-bernapas-dalam-lumpur/2007/01/#ixzz1dYTzy7ui

Suara Seorang Kakak


Sebagian besar orang memperoleh inspirasi dalam hidup mereka. Mungkin dari percakapan dengan seseorang yang kau hormati atau sebuah pengalaman. Apa pun bentuknya, inspirasi cenderung membuatmu memandang kehidupan dari sudut pandang yang baru. Inspirasiku berasal dari adikku Vicki, seseorang yang baik hati dan penuh perhatian. Ia tidak peduli akan penghargaan atau masuk dalam surat kabar. Yang diinginkannya hanyalah berbagi cinta dengan orang yang dikasihinya, keluarga dan teman-temannya.
Pada musim panas sebelum aku mulai kuliah tingkat tiga, aku menerima telepon dari ayahku yang memberitakan bahwa Vicki masuk rumah sakit. Ia pingsan dan bagian kanan tubuhnya lumpuh. Indikasi awal adalah ia menderita stroke. Namun, hasil tes memastikan bahwa penyakitnya lebih serius. Ada sebuah tumor otak ganas yang menyebabkannya lumpuh. Dokter hanya memberinya waktu kurang dari tiga bulan. Aku ingat aku bertanya-tanya, bagaimana mungkin ini terjadi? Sehari sebelumnya Vicki baik-baik saja.
Sekarang, hidupnya akan berakhir pada usia begitu muda. Setelah mengatasi rasa kaget dan perasaan hampa pada awalnya, aku memutuskan bahwa Vicki membutuhkan harapan dan semangat.
Ia memerlukan seseorang yang membuatnya percaya bahwa ia dapat mengatasi rintangan ini. Aku menjadi pelatih Vicki. Setiap hari kami membayangkan bahwa tumornya menyusut dan semua yang kami bicarakan bersifat positif. Aku bahkan memasang poster di pintu kamar rumah sakitnya yang bertulisan, “Kalau kau memiliki pikiran negatif, tinggalkan pikiran itu di pintu.”
Aku sudah berbulat hati untuk membantu Vicki mengalahkan tumor itu. Kami berdua membuat perjanjian yang disebut 50-50. Aku berjuang 50% dan Vicki akan memperjuangkan 50% sisanya.
Bulan Agustus tiba dan kuliah tingkat tiga akan dimulai di aloneuniversitas yang jaraknya 3000 mil dari rumah. Aku bingung, apakah aku harus pergi atau tetap menemani Vicki. Aku salah bicara, menyebutkan bahwa aku mungkin tak akan pergi kuliah. Ia menjadi marah dan menyuruhku untuk tidak khawatir karena dia akan baik-baik saja. Jadi, malah Vicki, yang berbaring sakit di tempat
tidur di rumah sakit, yang menyuruhku agar jangan khawatir. Aku sadar bahwa kalau aku tetap bersamanya, aku
mungkin akan menyiratkan bahwa dia sedang sekarat dan aku tak mau ia berpikir begitu. Vicki harus yakin bahwa ia dapat menang melawan tumor itu.
Kepergianku malam itu, merasakan bahwa ini mungkin terakhir kalinya aku melihat Vicki dalam keadaan hidup, adalah hal yang tersulit yang pernah kulakukan. Selama kuliah, aku tak pernah berhenti memperjuangkan 50% bagianku untuknya. Setiap malam sebelum tidur, aku berbicara dengan Vicki, berharap ia dapat mendengarku. Aku berkata, “Vicki, aku sedang berjuang untukmu dan aku tak akan menyerah. Asalkan kau tak pernah berhenti berjuang, kita dapat mengalahkan tumor ini.”
Beberapa bulan berlalu dan dia masih bertahan. Aku sedang berbicara dengan seorang teman yang lebih tua dan ia menanyakan keadaan Vicki. Aku bercerita bahwa kondisinya makin buruk, tapi dia tak menyerah.
Temanku melontarkan suatu pertanyaan yang benar-benar membuatku berpikir. Katanya, “Menurutmu, apakah dia bertahan itu karena dia tak mau mengecewakanmu?” Mungkin perkataannya benar? Mungkin aku egois, menyemangati Vicki untuk terus berjuang? Malam itu sebelum tidur, aku berkata padanya, “Vicki, aku mengerti kau sangat menderita dan mungkin kau ingin menyerah. Kalau memang begitu, aku mendukungmu. Kita tidak akan kalah karena kau tak pernah berhenti berjuang. Kalau kau ingin pergi ke tempat yang lebih baik, aku mengerti. Kita pasti bersama lagi. Aku menyayangimu dan aku akan terus bersamamu di mana pun kau berada.”
Keesokan paginya, ibuku menelepon, memberi tahu bahwa Vicki telah meninggal.
Sumber: Chicken Soup for the Teenage Soul, by James Malinchak


Read more: http://www.resensi.net/suara-seorang-kakak/2007/01/#ixzz1dYTfOqCZ

Satu Dollar Sebelas Sen


Sally baru berumur delapan tahun ketika dia mendengar ibu dan ayahnya sedang berbicara mengenai adik lelakinya, Georgi. Ia sedang menderita sakit yang parah dan mereka telah melakukan apapun yang bisa mereka lakukan untuk menyelamatkan jiwanya. Hanya operasi yang sangat mahal yang sekarang bias menyelamatkan jiwa Georgi… tapi mereka tidak punya biaya untuk itu. Sally mendengar ayahnya berbisik, “Hanya keajaiban yang bisa menyelamatkannya sekarang.”
Sally pergi ke tempat tidur dan mengambil celengan dari tempat persembunyiannya. Lalu dikeluarkannya semua isi celengan tersebut ke lantai dan menghitung secara cermat…tiga kali. Nilainya harus benar- benar tepat.
Dengan membawa uang tersebut, Sally menyelinap keluar dan pergi ke toko obat di sudut jalan. Ia menunggu dengan sabar sampai sang apoteker memberi perhatian… tapi dia terlalu sibuk dengan orang lain untuk diganggu oleh seorang anak berusia delapan tahun. Sally berusaha menarik perhatian dengan menggoyang-goyangkan kakinya, tapi gagal. Akhirnya dia mengambil uang koin dan melemparkannya ke kaca etalase. Berhasil!
“Apa yang kamu perlukan?” tanya apoteker tersebut dengan Doctorsuara marah. “Saya sedang berbicara dengan saudara saya.”
“Tapi, saya ingin berbicara kepadamu mengenai adik saya,” Sally menjawab dengan nada yang sama. “Dia sakit…dan saya ingin membeli keajaiban.”
“Apa yang kamu katakan?,” tanya sang apoteker.
“Ayah saya mengatakan hanya keajaiban yang bias menyelamatkan jiwanya sekarang… jadi berapa harga keajaiban itu ?”
“Kami tidak menjual keajaiban, adik kecil. Saya tidak bisa menolongmu.”
“Dengar, saya mempunyai uang untuk membelinya. Katakan saja berapa harganya.”
Seorang pria berpakaian rapi berhenti dan bertanya, “Keajaiban jenis apa yang dibutuhkan oleh adikmu?”
“Saya tidak tahu,” jawab Sally. Air mata mulai menetes di pipinya. “Saya hanya tahu dia sakit parah dan mama mengatakan bahwa ia membutuhkan operasi. Tapi kedua orang tua saya tidak mampu membayarnya… tapi saya juga mempunyai uang.”
“Berapa uang yang kamu punya ?” tanya pria itu lagi.
“Satu dollar dan sebelas sen,” jawab Sally dengan bangga. “dan itulah seluruh uang yang saya miliki di dunia ini.”
“Wah, kebetulan sekali,” kata pria itu sambil tersenyum. “Satu dollar dan sebelas sen… harga yang tepat untuk membeli keajaiban yang dapat menolong adikmu”. Dia Mengambil uang tersebut dan kemudian memegang tangan Sally sambil berkata : “Bawalah saya kepada adikmu. Saya ingin bertemu dengannya dan juga orang tuamu.”
Pria itu adalah Dr. Carlton Armstrong, seorang ahli bedah terkenal…. Operasi dilakukannya tanpa biaya dan membutuhkan waktu yang tidak lama sebelum Georgi dapat kembali ke rumah dalam keadaan sehat. Kedua orang tuanya sangat bahagia mendapatkan keajaiban tersebut. “Operasi itu,” bisik ibunya, “adalah seperti keajaiban.
Saya tidak dapat membayangkan berapa harganya”. Sally tersenyum. Dia tahu secara pasti berapa harga keajaiban tersebut…satu dollar dan sebelas sen… ditambah dengan keyakinan.
Hadiah Terbaik
Kepada kawan – Kesetiaan
Kepada musuh – Kemaafan
Kepada ketua – Khidmat
Kepada yang muda – Contoh terbaik
Kepada yang tua – Hargai budi mereka dan kesetiaan.
Kepada pasangan – Cinta dan ketaatan
Kepada manusia – Kebebasan
Sumber: Unknown (Tidak Diketahui)


Read more: http://www.resensi.net/1-dollar-11-sen/2007/01/#ixzz1dYSsQ3DP

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More